Home

Foto saya
Assalamu'alaikum, nama saya Gilang Setya Utama. Saya tinggal di desa yang indah. Motto saya hidup adalah "COBALAH SAMPAI ENGKAU BISA"

Followers

Blog

MUKJIZAT ALLAH

Ketika alam murka, Tuhan berkehendak. Jika memang Tuhan belum menghendaki, apa pun yang terjadi pada alam, tidak akan memberikan celaka kepada manusia, penghuni bumi. Betapa kuasa Tuhan, tatkala bencana datang ditunjukkan kepada keluarga Labai Ayuih, warga Tandikek yang hampir seluruh kampung terpendam tanah lonsgsor. Namun, tanah lonsgsor  tidak menutup rumah Labai, melainkan hanya melewati kiri dan kanan rumahnya. Sementara rumah di bawahnya, kesemuanya disapu longsoran tanah.
Tak henti-hentinya Labai Ayuih berucap syukur. Tak henti-hentinya pula, pria berusia 56 tahun ini bersujud dan beristighfar. Ia mengaku tidak percaya dengan kejadian alam yang dilihat dan dirasakannya. “Tuhan telah menampakkan Kuasa-Nya kepada keluarga kami,” kata Labai ketika didatangi wartawan JPNN di Padang, Senin kemarin.
Labai memang patut bersyukur. Keluarganya telah diselamatkan dari maut, ketika sanak, saudara dan tetangga-tetangganya se kampung Sumanak habis terkubur hidup-hidp oleh longosoran tanah lereng Gunun Tigo. Korong SUmanak, merupakan salah satu korong yang kini sudah terkubur. Korong ini terkubur habis bersama sekitar 60 warga yang menghuninya.
Letak Korong Sumanak berada di Kecamatan Patamuan, Kenagarian, Tandikek. Hanya sekitar dua kilometer dari pasar Tandikek. Atau sekitar 10 kilometer dari Simpang Kotomambang. Dusun Sumanak sendiri persis berada di Pinggang Gunung Tigo. Dibawah dusun ini mengalir sungai Batang Sumanak. Pada hari-hari biasa, air sungai ini mengalir dengan tenang. Airnya bening dan sejuk. Namun, tatkala hujan mengguyur bukit Tigo, sungai ini tak jarang mengganas. Seperti tak mengenal ampun, menyapu siapa saja yang menjadi penghalangnya.
Sejumlah pengendara sepeda motor terhambat di lokasi longsor Silaing Bawah, Padang Panjang, Sumatra Barat, Jumat (2/10), untuk melewati jalan penghubung Padang-Bukit Tingi yang masih dalam perbaikan pascagempa Rabu (30/9) lalu. (ANTARA/Evy R. Syamsir)
Sejumlah pengendara sepeda motor terhambat di lokasi longsor Silaing Bawah, Padang Panjang, Sumatra Barat, Jumat (2/10), untuk melewati jalan penghubung Padang-Bukit Tingi yang masih dalam perbaikan pascagempa Rabu (30/9) lalu. (ANTARA/Evy R. Syamsir)
Disinilah kampung yang hijau, nan elok itu berada. Disitu pula keluarga Labai Ayuih bersama enam anaknya hidup rukun dan damai. Ketika gempa mengguncang, labai bersama seluruh keluarganya sedang bercengekerama di dalam rumahnya yang semi permanen. Hanya anak salah seorang anaknya Riki yang sedang berada di luar rumah. Ia sedang buang air besar. “Tak biasanya Riki buang air besar sore-sore begini, ” kata Labai mengisahkan.
Tak seberapa lama kemudian gempa mengguncang. Labai sadar kalau rumahnya sedang diguncang gempa. Ia pun berteriak, meminta seluruh anggota keluarganya keluar rumah. “Beberapa saat kemudian suara gemuruh datang dari atas. Kami tak tahu, apa yang sedang terjadi,” ujarnya. Sepuluh menit kemudian, suara gemuruh itu semakin keras. “Dan alamak, tanah bercampur lumpur bergerak kencang menuju ke bawah. Semuanya serba cepat kejadiannya,” Kata Labai.
Disela-sela keheranannya, tanah berlumpur ini mengalir ke bawah. Anehnya, tanah itu tidak mengubur rumah Labai, juga keluarganya. Melainkan, tanah itu mengarir di samping kiri dan kanan rumahnya yang sebenarnya hanya sederhana. Kemudian menyapu rumah-rumah warga di sekelilingnya. Sambil berupaya menyelematkan diri, Labai yang masih menggendong M Riki, tiga tahun, terus beristighfar.
Suara gemuruh tanah longsor begitu keras. Sehingga teriakan warga sekitar yang memintah tolong pun tak terdengar. ” Awak langsung ambiak Riki, sudah tuh balindung di luar rumah. (Saya langsung ambil Riki, dan berlindung di luar rumah ),” kata Labai. Semuanya tak berlangsung lama. Ketika suara gemuruh menghilang, Labai pun keluar dari persembunyian. Ia takjub, senang karena keluarganya selamat semua. Namun ia sedih, sanak, saudara dan kerabatnya satu kampung hilang tak bersisa. Kamungnya yang asri itu, sudah berubah menjadi padang lumpur.
“Aku sedih karena kampung nan dicinta telah hilang. Hanya hamparan lumpur dan tanah yang nampak. Sedangkan rumah-rumah sudah tidak ada lagi,” tandasnya. Semua tetangganya habis. “Mereka terkubur di sana,” kata Labai sembari menunjukkan bukit lumpur yang terbentuk hanya beberapa saat sebelumnya.Sebuah Mushola yang biasa ia gunakan bersembahyang ikut terukubur lumpur. ” Biasonyo, kalau ka sembahyang , hanya ado imam do awak, tu babarapo padusi. (Biasanya hanya ada imam, saya dan beberapa jemaah perempuan shalat di mushola itu,” Kata Labai.
Kini Labai beserta enam anaknya hidup sendirian di dusun Sumanak. Karena itu, kendati rumah Labai masih utuh ia berencana tak akan menempati rumah yang telah menyelematkannya itu. Kini, Labai mengungsi di kerabatnya di kampung Paneh, beberapa kilometer dari kamupun Sumanak. “Aku tak mau hidup sendirian. Mungkin hari ini saya selamat, tetapi kalau ada bencana lagi apa kami masih akan diberi selamat. Kami akan pindah ke tempat yang lebih aman,” kata Labai menuturkan.
Tentang rumahnya yang ajaib, karena bisa terhindar dari timbunan tanah dan lumpur Labai tak mau banyak berkomentar. Ia dengan bijak mengatakan, “Semua itu atas kehendakNya. Kami tak bisa merekayasa, karena itu terjadi dengan sendirinya. Sampai sekarang, saya masih terus berucap syukur, karena kelurga kami dilepaskan dari kemurkaan alam yang dahsyat.”
Ia juga mengaku tak merasakan firasat apa pun sebelum peristiwa itu. “Yang ganjil cuma Riki, yang tiba-tiba minta buang air besar. Padahal, ia tak pernah buang air besar di sore hari seperti itu. Selebihnya, kami tidak merasakan firasat apa pun,” ujarnya. (JPNN/Antara)



0 komentar:

Posting Komentar

Network


GILANG SETYA UTAMA Design by gilang su © 2009